Search site


Belajar Terbalik Lagi

20/04/2010 14:29

 

Dibatasi

Dinding dan

Dibelenggu Kurikulum

Setiap dari kita adalah mahluk – mahluk pembelajar dan setiap dari kita pasti akan belajar baik disadari atau tidak disadari. Kegiatan yang merupakan aktivitas dan menjadi rutinitas dalam kehidupan kita sejak zaman batu, zaman logam “perunggu” hingga zaman modern seperti sekarang ini. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan yang terjadi pada manusia mulai dari cara bertahan hidup secara sederhana hingga penggunaan teknologi. Peradaban yang terjadi pada kita “manusia” bermula dari rasa ingin tahu manusianya itu sendiri yang terbentuk oleh akal dan alam pikiran yang membentuknya.

Kebutuhan akan bertahan hidup dan cara bertahan hidup yang kini semakin tinggi dikelola oleh satu paradigma yang disebut belajar dalam hal ini adalah pendidikan. Pendidikan yang dibutuhkan masyarakat luas merupakan media dagang yang sangat menjanjikan. Rasa khawatir yang terbentuk oleh persaingan dalam hidup yang hal itu pun disertai dengan perubahan akan cara bertahan hidup, seperti perubahan dan perbedaan aktivitas didesa dengan aktivitas dikota. Sehingga perkembangan akan belajar dan pembelajaran diakomodir oleh instansi – instantsi yang terkait, baik pemerintaah maupun swasta. Menurut pakar pendidikan, Belajar adalah perubahan tingkah laku secara sadar dan berkesinambungan kearah yang positif. Jika orang tersebut kearah yang negative maka tidak dapat dikatakan sebagai belajar. Beguitupula dengan pendidikan, karena belajar dan pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari unsur pendidikan. Dimana pendidikan adalah proses memanusiakan manusia atau dapat didefinisikan sebagai proses pendewasaan manusia. Manusia dalam hal ini adalah manusia seutuhnya.

Sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang – Undang Dasar Tahun 1945 pada Pasal 31 ayat (1) dan (2), bahwa setiap warganegara berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan layak dalam hal ini sangat luas pengartiannya baik secara kuantitas maupun kualitas. Pengembangan akan dunia pendidikan tidak dapat dipisahkan dari mata rantai pendidikan itu sendiri yaitu kurikulum.

Kurikulum merupakan kendali utama dari sebuah kendaraan yang disebut pendidikan. Keterbatasan – keterbatasan yang dialami kurikulum pada dasarnya meruakan keterbatasan yang dialami oleh dunia pendidikan. Karena hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Program pemerintah tentang perbaikan mutu pendidikan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Yang tidak disadari bahwa perbaikan tersebut bersifat positif yang tidak disertai dengan perkembangan sumber daya tenaga pendidiknya dan sarana – prasarana lokal sekolah dan daerah sekolah tersebut. Sebut saja Kurikulum Berbasis Kompetensi “KBK” atau yang lebih dikenbal dengan kurikulum 2004 yang hanya mampu bertahan kurang lebih 2 tahun lalu berganti menjadi Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan “KTSP” atau kurikulum 2006. Pada dasarnya bukanlah kesalahan yang terdapat pada kurikulumnya tetapi mentalitas manusianya sajalah yang sudah salah dan tidak mau memperbaikkinya.

Guna menjawab tantangan yang ada didepan, pemerintah dalam hal ini menggalakan program Sekolah Berbasis Dunia Usaha atau SMK. Lagi – lagi bukan masalah program yang harus salahkan tetapi lagi – lagi masalah mentalitas dan kebiasaan tenaga pendidiknyalah yang tidak mau berubah atau mungkin karena tidak mampu untuk hal itu. Sehingga program sebagus apapun yang ditawarkan pemerintah akan sia – sia jika praktik lapangannya tidak sesuai dengan kebutuhan. Yang, hal itu akan menyebabkan kesamaan antara lulusan SMA dengan SMK yang membedakannya hanyalah siswa SMA tidak mendapat sertifikat Pendidikan Sistem Ganda “PSG” saja. Jika ditinjau dari pola pembelajaran yang ada sejak zaman baru hingga zaman modern yang syarat dengan teknologi hanyalah proses belajarnya saja. Dimana pada era ini siswa hanya diprioritaskan untuk mendapat nilai sesuai dengan Standart Kompetensi Lulusan “SKL” atau bahkan dengan Standart Nilai Ujian Nasional saja dan bukan diprioritaskan dengan bagaimana siswa tersebut mampu memahami proses pembelajaran “pendewasaan” secara benar.

Jauh dari harapan semula jika kita tinjau secara utuh dan menyeluruh. Kebutuhan akan sumber daya manusia yang menjadi pimadona bisnis berbasis moral kini memang sangat menjanjikan. Hal tersebut didukung oleh dua peran penting dalam dunia dagang yaitu (1) adanya produsen “Lembaga Pendidikan” yang mampu melihat peluang usaha tersebut karena ketakutan yang dibangun oleh masyarakatnya dan (2) adanya komsumen “Masyarakat” yang khawatir dengan pesaingan yang semakin menggila sehingga terjadi satu simbiosis yang mungkin saling menguntungkan. Sisi – sisi pendewasaanpun mulai diabaikan, karena lembaga pendidikan pada umumnya baik negeri maupun swasta berorientasi pada hasil ujian nasional saja dengan menghalalkan berbagai cara, seperti program pengayaan dan drill soal yang menyebabkan mentalitas dan psikologis anak terganggu hingga menjanjikan bantuan jawaban pada hari H. Dengan kata lain pendidikan berbasis life skill education “SMK” tidak lagi mampu menjawab tantangan dunia luar yang membutuhkan sebuah proses dibandingkan hasil, meski ada juga yang mampu bekerja dengan esek – esek atau memberi uang pelicin. Jika memang begitu keadaannya maka generasi modern sebagian besar dapat dikatakan sebagai generasi – generasi instant atau prematur. Sehingga akan mencetak pengangguran – pengangguran yang bersifat permanent meski itu lulusan SMK atau sarjana. Jangankan untuk bersaing diera global, bersaing untuk urusan selangkang saja kita sudah kalah dengan orang luar.

Apakah pola pikir manusia – manusia purba zaman dahulu lebih modern dibandingkan dengan pola pikir kita yang hidup dizaman modern seperti sekarang ini ? Karena mereka “manusia purba” dapat merubah peradaban secara signifikan melalui belajar meski itu tanpa kurikulum yang telah diakomodir.

Belajar dari alam…

Manusia pada dasarnya belajar dari yang mati dan dari apa yang tidak ada yang kesemuanya itu terdapat dialam. Alam adalah guru besar bagi para ilmuwan – ilmuwan dunia dan alam pula sebagai kurikulum yang sangat baik karena alam itu sendiri menawarkan 2 metode pembelajaran dari sebuah kurikulum, yaitu (1) Belajar dari pengalaman, (2) Belajar dari orang yang lebih tua “Sikap” yang kesemuanya dirangkum dalam satu hukum belajar dan pembelajaran yaitu bagaimana kita dapat bertahan hidup dialam ini “Hukum Rimba”. Sehingga terjadi pola pembiasaan dari belajar sikap serta terjadi perbubahan pola pikir dari belajar untuk bertahan hidup “belajar dari pengalaman”.

Alam tanpa batasan dinding dapat menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi dan tidak menjemukan.

Alam tanpa belenggu rantai kurikulum yang membatasinya dapat menumbuhkembangkan kreatifitas dalam belajar.

Alam tanpa batasan waktu dapat menggembleng kita dalam bertahan. Dan alamlah sejatinya Guru dengan berbagai metode belajar dan kurikulum pendidikan.