Search site


Dogma Cinta yang Berevolusi

14/04/2010 13:30

Jika mendengar kata cinta… Apa yang pertama kali terbesit dibenak kita ?....... (ya…mungkin  semua itu benar).

Berbicara mengenai cinta memang tidakada habisnya, karena sesungguhnya cinta sangat penting dalam kehidupan manusia yang mampu memberi banyak warna dalam dunia ini. Berawal dari cintalah maka terlahir suatu karya – karya yang inspiratif, inovatif, imajenatif dan kreatif dengan sentuhan seni tingkat tinggi dengan berbagai bentuk. Cinta pada dasarnya merupakan fitrah bagi setiap manusia yang menjalaninya, karena dengan cintalah manusia dapat belajar bagaimana cara mendapatkan dan meraih serta mempertahankan atau bahkan membuang cinta itu sendiri. Dengan kata lain dengan cinta maka manusia belajar mengenai bagaimana cara berpolitik, berfilsafat, bertahan hidup, beranalisa, berpandangan terhadap suatu hal, memanipulasi, berdusta hingga berbuat sesuatu yang baik melebihi malaikat.

Jika dapat didefinisikan dengan sedikit arif dan bijaksana maka definisi cinta pada dasarnya sama halnya dengan definisi budaya atau kebudyaan. Karena dari cintalah terlahir cipta atau pikiran yang dapat menganalisis serta memanipulasi keadaan “positif atau negatif”. Dari cintalah mampu melahirkan rasa dan unsur inilah yang mampu melahirkan suatu seni tingkat tinggi. Dari cintalah terlahir suatu karsa atau kehendak atau keinginan. Maka secara garis besar dapar ditarik sebuah benang merah tentang cinta yang sama dengan budaya. Karena dari cintalah terlahir sebuah peradaban dan budaya serta kebudayaan.

Sebagian dari kita masih banyak yang mengagungkan cinta namun tidak sedikit pula yang mulai meninggalkan keagungan dan kesucian dari nilai – nilai yang terkandung dalam cinta. Jika dilihat dari keduanya, baik cinta dan budaya maka akan terdapat pergeseran nilai dan norma yang menyelimutinya seperti apa yang telah terlihat saat ini. Pergeseran – pergeseran tersebut tentunya tidak lepas dari muatan – muatan atau kepentingan individu yang menjalaninya, baik secara individual maupun sosial.

Dogma tentang keagungan cinta dengan sendirinya akan gugur dengan sendirinya dalam sebuah sistem sesuai dengan kebutuhan dan pergeseran nurani yang kian lama kian memanas serta menipis. Kesucian cinta, keagungan cinta serta makna tentang cinta akan menjadi sebuah dongeng penghantar tidur layaknya kisah Romeo dan Juliet atau bahkan “Tarzan dalam lakon srimulat”. Dengan kata lain cinta dengan dogma – dogma yang membelenggunya mau tidak mau akan menganut suatu teori klasik evolusi yang banyak menuai pertentangan bagi kaum gereja saat itu.

Ada tokoh – tokoh yang menganut dan menggembar –  gemborkan tentang teori evolusi. Charles Darwin, merupakan tokoh yang mengatakan dan sekaligus mempublikasikan teori evolusi yang dianggap sesat bagi kaum gereja saat itu. Dalam Teori Evolusinya, Darwin menyandarkan pada organisme atau mahluk hidup yang coba bertahan hidup untuk melestarikan spesiesnya dengan berbagai cara, baik dengan cara hidup, makan, dan berpindah tempat dan lain sebagainya hingga lama – kelamaan dalam kurun waktu yang ribuan atau bahkan jutaan tahun mengalami perubahan pada diri organisme tersebut, yang disebut adaptasi, baik morfologi, fisiologi hingga tingkah laku sehinnga menjadi spesies baru.

Lain Darwin lan pula dena Lewis H Morgan. Pada dasarnya terdapat kesamaan tokoh antara keduanya, yang membedakan adalah jika Darwin menyandarkan teorinya pada mahluk hidup, Morgan menyandarkan teorinya pada sebuah tingkah laku yang dapat menghasilkan budaya dan kebudayaan. Dengan kata lain Evolusi Morgan terjadi pada budaya. Morgan berpendapat bahwa pada dasarnya perkembangan kebudayaan umat manusia pada awalnya  adalah sama dan seragam kemudian meningkat secara progresif. Artinya adalah, perkembangan suatu budaya atau kebudayaan berkembang sesuai kebutuhan dan pola pikir manusianya. Dimana kesemuanya itu dipengaruhi oleh faktor – faktor lain, yaitu letak geografis, ekonomi dan lain sebagainya.

Yang melatarbelakangi lahirnya suatu kebudayaan dan peradaban adalah cinta. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya cinta pun menganut teori evolusi. Karena kemurnian, kesucian serta keagungan tentang cinta harus dibenturkan oleh kebutuhan dalam dimensi ruang dan waktu. Secara langsung dogma tentang cinta pun akan ber-evolusi dalam menghadapi peradaban baru, zaman baru dengan segala hal yang mempengaruhi sistemya. Keagungan tentang cinta harus bergeser menjadi nilai nominal. Kemurnian tentang cinta harus dikotori dengan kepentingan. Keagungan tentang cinta. Kesucian tentang cinta menjadi ajang pembuktian untuk meniduri. Kearifan tentang cinta harus membabi buta tanpa pandang bulu dan seterusnya.

Cinta…oh Cinta… Ini zaman baru yang penuh denga perubahan…

Dahulu cinta,… sekarang bagaimana dapat hidup dan makan…

Dahulu cinta,… sekarang bagaimana cara memperoleh dan mempertahankan harta serta mahkota…

Dahulu cinta,… Kenapa harus menderita…

Dahulu cinta,… sekarang apa aja lah …

Dahulu cinta,… sekarang hanya dongeng belaka…

Akankah cinta itu menganut teori yang bertolak belakang dengan teori evolusi, yaiti teori historisme terbalik. Dengan kata lain cinta sekarang mengalami kemunduran serta mampu mengembalikan kesucian dan keagungannya. Karena sejatinya cinta bentuk implementasi tentang jiwa dan kebutuhannya yang sekarang telah diakomodir oleh kepentingan dan hasrat semata.