Search site


Dongeng Usang Pengembala Takdir

03/10/2010 17:13

Sering kita mendengar tentang produk yang menjadi barang dagangan Tuhan yang diperjual – belikan pada diri setiap hamba-NYA yang telah terlahir dan tanpa kita “hamba-NYA” dapat melihat terlebih dahulu. Tetapi banyak sekali sales promotion yang mempromosikan dan menjajakan produk dan barang dagangan tersebut dengan senandung rindu keikhlasan nada dan dakwah.

Ya…

Karena barang dagangan Tuhan tersebut pada dasarnya telah diberikan seluruhnya pada kita setiap hamba-NYA yang telah terlahir sebagai partikel kecil yang mampu mewarnai semestra raya semu ini. Semua barang dagangan tersebut dibalut atas satu produk dengan kemasan yang sulit untuk diterka – terka oleh siapa pun dan dengan teknologi mana pun . Barang dangangan tersebut dapat dikatakan sebagai Takdir dan Nasib yang melekat pada setiap hamba-NYA tak terkecuali siapa pun. Memang tak asing sekali terdengar oleh kita sebuah kata takdir dan nasib, karena kata – kata itu sering sekali menjadi pembahasan yang berujung dengan kepasrahan dan dengan keikhlasan tentunya.

Ada deskripsi unik dari kata – kata yang terbungkus oleh tabir biru Sang Khalik yang mampu membolak – balikan segala apa – apa yang diinginkan-NYA. Ada yang mendefisikan segala sesuatu yang telah disuratkan oleh Tuhan pada diri setiap hamba-NYA dan tak dapat diubah lagi oleh apapun sebagai takdir. Ada juga yang mengatakan dengan lugas dan singkat bahwa takdir tak dapat dirubah lagi, karena ini merupakan ketentuan yang diberikan Tuhan pada hamba-NYA. Dan itulah barang dagangan Tuhan yang labelkan takdir dengan harga yang tak dapat ditawar – tawar lagi layaknya sebuah produk yang terdapat pada swalayan - swalayan dan super market – super market. Tak jauh berbeda dengan takdir, nasib pun merupakan ketentuan yang diberikan Tuhan pada kita semua, tetapi sedikit berbeda dengan takdir, nasib dapat diubah oleh hamba-NYA yang menginginkan perubahan dalam hidupnya dengan cara berdo’a dan berusaha. Nah inilah barang dagangan Tuhan yang dapat kita tawar dengan cara tersebut.

Dengan kata lain tak ubahnya perusahaan pembiyaan atau perusahaan yang menerapkan sistem kontrak pada setiap karyawannya. Hidup kita pun pada dasarnya telah menandatangani sebuah perjanjian kontrak dan sistem kredit dengan pengajuan proposal yang tak dapat kita hindari lagi dan mau atau tidak mau kita pun harus menjalaninya dengan sedikit senyum manis jika memang diperlukan atau dengan tangisan air mata bahkan tetesan darah.

Konon ( bacanya jangan dibalik )…!

Ada sebuah penggalan bait kecil firman Tuhan yang mereferensi tentang perubahan nasib, dan mungkin kita pun sudah terlalu sering mendengarnya hingga kini dan selalu diulang – ulang seolah sedang mendongengkan sebuah cerita lusuh penghantar tidur.

Dan kalau tidak salah bunyinya seperti ini ;

“ AKU tidak akan merubah nasib seseorang, kaum atau golongan jika orang, kaum atau golongan tersebut tidak merubahnya sendiri ”

Nasib dapat dirubah dan hanya manusianya sendirilah yang dapat merubah nasibnya sendiri tetapi tidak untuk takdir.

Adakah perbedaan atau kesamaan antara nasib dan takdir ???

Sebagai contoh kecil, jika seseorang ditakdirkan menerima rejeki hanya sepiring nasi jika orang tersebut berdiam diri dirumah saja. Tetapi jika ia keluar dari rumah untuk berusaha maka ia akan memperoleh rejeki lebih dari apa yang peroleh jika ia hanya berdiam diri dirumah. Bukankah konsep kelahiran, kematian, jodoh serta rejeki merupakan sebuah konsep dari takdir. Bagaimana masalah kaya – miskin, cukup atau tidak “materi” konon dapat diubah..lalu bagaimana hak yang sudah dipatenkan oleh takdir tersebut dapat diubah ?

Dengan konsep iddatul wujud, seorang tokoh besar yang memberi kontribusi besar bagi sejarah dan ajaran – ajaran islam dinegeri ini. Ya, Syeh Siti Djenar, salah seorang penyiar islam yang berjulukkan Syeh Lemah Abang yang merujuk pada konsep ;
“Lahaula Wala Kuwwata Ila billahil Aliyyil Adzim”

 

“Manusia pada dasarnya tanpa daya dan upaya. Dan yang ada hanya ; gerak adalah gerak Tuhan, keinginan adalah keinginan Tuhan, Rasa adalah rasa Tuhan, Melihat adalah melihatnya Tuhan. Atau dengan kata lain segala sesuatu yang ada hanyalah pekerjaan dan perbuatan Tuhan“

Layaknya boneka kayu yang hanya dimainkan dan memainkan peranan Tuhan dalam dunia ini yang secara kebetulan dilengkapi dengan sensor motorik “hati dan pikiran” serta batu battery dengan kapasitas voltase yang dikredit hingga waktunya usai melalui hembusan setiap nafas dan dalam detak jantung yang mengalirkan darah dalam pembuluh nadi dan syaraf. Dongeng usang atas segala sekenario dan sandiwara Tuhan yang dimainkan oleh wayang-NYA yang bernama manusia.

Mungkin sedikit kontradiktif sekali atas dua buah bait ayat Tuhan yang saling berbenturan. jika proposal atas permasalahan tersebut diajukan untuk kita “manusia” selaku hamba-NYA yang memiliki jiwa dan raga serta hati dan pikiran yang selalu ditakut – takuti oleh cerita tentang adanya alam pembalasan akhir nanti. Adanya dua alam berbeda dalam dimensi yang tak teridentifikasi tersebut “Surga dan Neraka”.

Maka adilkah Tuhan yang memainkan peranan pada mahluknya yang memiliki hati, jiwa dan pikiran. Toh nyatanya kita pun tidak memiliki pilihan seperti apa – apa yang ditawarkan dalam dua wajah berbeda “baik – buruk, hitam – putih, atau lainnya”. Dan ternyata kita hanya kamuflase saja ada didunia ini. Karena kita hanya memainkan peranan wajah Tuhan yang sudah ada naskah dan sekenario-NYA tanpa kita dapat mengintip sedikit kabar langit.