Search site


Lahir, Tumbuh dan Menghilang

04/06/2010 11:20

 

Lahir, tumbuh dan menghilang merupakan suatu prosesi alam yang dialami setiap mahluk hidup yang tidak dapat dipungkiri dan dihindari. Dari segi ilmu pengetahuan dan agama itu pun merupakan siklus alam bagi setiap yang hidup dan ada “terlahir” semuanya akan mengalami lahir, tumbuh dan berkembang lalu menghilang ”mati”. Bagi yang mampu bertahan dan dapat melestarikan jenis “spesiesnya” dengan beregenerasi maka akan tetap lestari meski harus berevolusi dan menghasilkan spesies baru tetapi bagi yang tidak dengan berbagai alasan maka akan punah dengan sendirinya.

Dalam hal ini, penulis akan mencoba mengaitkan teori tersebut dengan krisis dan problematika bangsa ini “Indonesia” yaitu krisis global, identitas ataupun krisis multi dimensi.

Bangsa kita “Indonesia” merupakan bangsa yang besar dan kuat yang dilahirkan harus dengan mempertaruhkan ribuan atau bahkan ratusan kepala serta tetesan darah dan air mata juga merebutkan sesuatu untuk kemerdekaannya. Diama pada prisip tersebut menganut satu  hukum, yaitu hukum rimba diamana yang kuat akan berkuasa dan yang lemah akan tertindas.

Pada dasarnya bangsa kita telah melakukan satu proses alam bagi setiap individu “global” yaitu degradasi sehingga mampu menghasilkan bangsa ini dan telah terlahir kembali dan dikumandangkan pada 17 Agustus 1945. Berbeda dengan bangsa Asia Tenggara lainnya yang kemerdekaannya diberikan secara cuma – cuma atau dengan belas kasihan bangsa lain melalui berbagai macam perjanjian atau kesepahaman lainnya. Bangsa kita “Indonesia” merupakan bangsa unggulan di Asia Tenggara.

Jika kita bangsa Indonesia ingin tetap seperti itu menjadi bangsa yang besar dan kuat sehingga disegani bangsa lain di kancah dunia maka ada beberapa faktor yang harus dikuatkan dan itu semua merupakn pilar – pilar penting dalam peradaban suatau bangsa, yaitu :

  1. Ekonomi, Semua juga tahu jika kita berbicara mengenai ekonomi maka hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari perut dan bawah perut karena dua bagian tersebut sangat vital kaitannya dan tidak dapat dipisahkan. Dari kata ekonomi tersebut berarti bahwa pemerintah harus mensejahterakan rakyatnya sehingga rakyat kita akan tetap mampu bertahan dari ancaman bangsa asing dan terus berkarya, maka pilar pertama (1) sebagi pilar penopang kekuasaan tidak diragukan.
  2. Pendidikan, Perkuat bidang edukasi jika kita tidak mampu mensejahterakan rakyatnya karena dengan itu maka rakyat itu sendiri akan mensejahterakan dirinya masing – masing. Dengan pendidikan maka segala ilmu pengetahuan dan teknologi akan mampu diserap dan dipahani rakyat tanpa mereka harus ikut – ikutan, kareana dengan pendidikan yang tepat itu pun akan mendewasakan bangsa ini dan memanusiakan manusia. Pendidikan dinilai  sangat vital dalam menjadi pilar ke dua (2) karena jiak itu dapat dilaksanakan maka akan terlahir cendikiawan – cendikiawan dan intelektual di nusantara ini.
  3. Sumber daya, dalam hal ini sumber daya alam dan manusianya harus seimbang baik dalam pengembangannya serta pemanfaatannya serta pelestarian dan selalu bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sumber daya pun sangat dipertimbangkan dalam peradaban sebuah bangsa, khususnya sumber daya manusianya itu sendiri. Karena jika sumber daya manusianya baik maka akan menghasilkan generasi – generasi unggulan dan kata kunci pada pilar ke tiga (3)  ini adalah pendidikan.
  4. Militer, Militer atau barisan tentara mrupakan pilar terakhir (4) yang harus dipergunakan jika kita tidak mampu memperkuat pilar (1) dan (2). Pilihan terakhirharus ditempuh agar bangsa ini tidak dilecehklan bangsa lain seperti sekarang ini.

Yang terjadi sekarang ini adalah bangsa kita dengan Merah-Putihnya seperti kehilangan ruh dan jati dirinya sebagai bangsa yang kuat dan hebat dalam merebut dan mempertahankan kedaulatnnya dari bangsa asing, meski harus menempuh waktu kurang lebih 350 tahun dengan perjuangan, tetes darah dan air mata, jiwa serta raga.

Sangatlah wajar jika bangsa kita ini sangat carut-marut dalam penentuan dan pemilihan sistem pemerintahannya tetapi apakah hal tersebut harus menghilangkan jati diri dan diremehkan bangsa lain. Seperti contoh sederhana pada masa pra kedaulatan hanya dua idiologi yang ada dan mau tidak mau ditawarkan pada presiden I RI Bung Karno, yaitu menganut sistem sosialis atau demokrasi. Tetapi Lihai dan pintarnya Bung Karno Ia menolak keduanya dan coban mengusung idiologi baru dengan menghadopsi ideologi sosialis yang dibalut dakam kata Marhaenisme dan bangsa kita masih tetap dianggap hebat dan disegani bangsa lain dengan bambu runcingnya. Begitu pula pada zaman Pak Harto Presiden RI ke dua yang mengusung demokrasi dalam sistem pemerintahannya yaitu demokrasi terpimpin yang kecenderungannya lebih pada otoriter karena setiap keputusan adalah otoritasnya dengan kata lain jika kita bicara masalah Pak Harto maka ada anggapan bahwa Pak Harto adalah peraturan dan Peraturan adalah Pak Harto. Dan itupun masih bangsa kita disegangi oleh bangsa lain karena tidak kehilangan jati dirinya. Sehingga wajar jika julukan macannya Asia Tenggara diberikan padanya.

Orde Pak Harto yang digulingkan paksa oleh gerakan intelektual muda “Mahasiswa” membawa bangsa kita dalam dinamisasi reformasi yang mengakibatkan krisis ekonomi, kepercayaan rakyat pada penguasa dan lainnya. Dan yang hebatnya hingga saat ini bangsa kita mengalami krisi yang lebih dahsyat yaitu krisis global, artinya adalah tidak hanya ekonomi, moral, kepercayaan saja yang dialami tetapi krisis identitas atau krisis multi dimensi pun dialami bangsa ini. Sehingga dengan mudahnya hak paten bangsa Indonesia diambil alih dengan tetangga tercinta kita seperti batik atau reog ponorogo. Atau jangan – jangan gajah mada dengan Sumpah Palapanya pun akan diambil alih oleh tetangga kita. Bahkan militer kita pun tidak begitu dianggap keberadaanya dengan masuk kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa izin.

Dimana semagat juang dulu yang ada dan kini nyaris hilang

Dilema seperti ini merambah dikalangan muda hingga tua yang sudah acuh tak acuh dengan segala perubahan yang terjadi didalamnya. Dengan bangganya memakai produk luar dan merasa malu jika memakai produk lokal.

Produk lokal belum tentu gagal bung…!. Dengan bergaya hedoni dan cenderung konsumtif tanpa mereka menyadari ini adalah satu bentuk penjajahan non fisik yang dilakukan dengan mengatasnamakan globalisasi dan persaingan bebas. Apakah kita akan mati dinegeri sendiri, ? toh nyatanya kita merasa lebih bangga jika anak negeri bisa terkenal dengan goyang ngebor atau patah-patah atau banhkan indahnya bali dengan bikini-nya bahkan klub bola bersatndar nasionalpun lebih merasa bangga jika mampu mendatangkan pemain asing dibandingkan dengan anak negeri.

Jika terus seperti ini maka prosesi alam yang sudah menjadi hukum dan ketentuan akan dialami bangsa Indonesia ini tampa melakukan regenerasi dengan jiwa – jiwa muda yang berkiblat ke barat, bukan teknologinya melainkan gaya hidupnya.

Krisis ini sangatlah membahayakan identitas bangsa yang terkenal dengan kuat, ramah-tamah serta bermartabat dan mampu melawan bentuk penjajahan yang telah dilalui. Penjajahan diatas dunia tidak dapat dihapuskan. Persaingan global merupakan bentuk penjajahan dan pembodohan yang melegalkan bangsa – bangsa kuat menjajah bangsa lain secara idiologi, tatanan hidup, serta pola pikir.

Apakah kita bangsa Indonesia akan terus seperti ini ?