Search site


Pendidikan Gratis dan Kontroversinya

20/04/2010 14:39

 

Pendidikan dimanapun didunia ini merupakan komoditas yang dibentuk dan dikondisikan untuk kebutuhan dan penopang pilar-pilar penguasa. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai produk yang dihasilkan oleh penguasa mulai dari kurikulum pendidikan, kebijakan-kebijakan yang ditawarkan serat janji-janji semu tentang status dan pengangkatan PNS. Bagaimana tidak berita itu santer terdengar ditelinga kita kaum guru dan tenaga kependidikan pra dan pasca Pemilu dan Pilpres saat ini.

Lagi-lagi untuk menopang kekuasaan harus ada yang dikorbankan atau dijadikan wadal oleh penguasa. Tetapi yang tidak wajar adalah ketika penguasa atau pemerintah dalam hal ini mengorbankan guru. Yang perlu dipikirkan adalah Guru merupakan faktor utama pembentuk peradaban suatu bangsa. Bagaimana tidak karena peradaban suatu bangsa atau maju atau tidaknya bangsa dapat dilihat dari sektor pendidikannya.
Bangsa yang besar merupakan bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya, termasuk dalam hal ini Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Kita kaum terpelajar atau intelek “guru” selalu diiming-imingi oleh penguasa ketika terjadi pergeseran kekuasaan.Seperti janji tentang pengangkatan PNS, hingga kesejahteraan yang selama ini hanya wacana dan retorika belaka.

Ya….kami hanya manusia belaka yang tidak luput dari salah dan khilaf. Pernyataan yang sangat bijaksana ketika seseorang tidak mendapat dalih yang tepat untuk pembenaran atau mungkin untuk meminta pengertiaan saja. Jika memeng begitu adanya maka janganlah pernah memimpikan untuk menghayalkan tentang pendidikan yang berkwalitas dibangsa ini.

Pendidikan gratis 9 tahun atau dengan sebutan WAJAR (Wajib Belajar) dirasa kurang relevan untuk membangun peradaban suatu bangsa. Apakah kader-kader bangsa ini ditawarkan hanya bisa membaca, meniuis dan berhitung saja ? Karena dengan itu mereka menganggagap anak-anak bangsa ini tidak dapat dibohongi atau minimal sekali mereka dapat melakukan kontrak jual-beli TKI untuk diekspor dan dijadikan sapi perahan.

Yang seharusnya pemerintah pikirkan adalah, bagaimana pemerintah membentuk satu sistem pendidikan yang murah dan berkualitas hinga jenjang perguruan tinggi. Wong sekolah bayar mahalpun tidak dapat menghasilkan keluaran yang berkualitas dan kompeten apalagi gratis.

Kecerdasan merupakan anugerah dan rahmat yang diberikan. Ada beberapa faktor yang dapat dilakukan untuk menumbuhkembangkan kecerdasan yang semuanya itu tidak lepas dari peradaban suatu bangsa. Hal tersebut lepas dari faktor keturunan dan genetis, Seperti ; (1) Dengan belajar atau mengasah kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, (2) Peka terhadap lingkungan sekitar, karena Alam merupakan guru yang terbaik yang pernah ada. dan (3) Faktor input atau makanan dan gizi.

Bagaimana kita atau kader-kader bangsa ini bisa cerdas jika untuk belajar (SEKOLAH)pun tidak mampu ?
Bagaimana kita dapat cerdas jika tidak ditopang oleh guru-guru yang cerdas dan kompeten pula?

Maka wajar lah jika gurupun berkata hal yang sama, Ya…kamipun hanya manusia biasa yang tidak luput dari salah dan khilaf. Yang tentunya hal tersebut dikemukakan karena lagi-lagi berhubungan erat dan perut dan perlengkapannya. Karena hal itu merupakan satu kebutuhan primer yang dirasa lebih penting dibandingkan dengan membangun peradaban bangsa ini, Toh nyatanya bangsa inipun tidak memikirkan nasib guru-gurunya sebagai pahlawan, meskipun itu hanya sebatas pahlawan tanpa tanda jasa. Maka janganlah heran ketika kamu melihat gurumu sepulang sekolah berada diparkiran, pangkalan ojek atau bahkan memulung barang bekas.

logika sederhananya adalah …
jika pahlawan mati akan mendapat penghormatan atau maksimal sebidang tanah berukuran 2m x 1m dan helm perang. Sedangkan jika penyanyi dangdut mati akan mendapat penghormatan, berita yang sangat sensasional dan royalti, maka dimana perbedaanya ?

Jika guru yang mampu berfikir dari hari ke hari, tahun ke tahun untuk membangun peradaban suatu bangsa atau mencerdaskan kader-kader bangsa ini hanya mendapat caci maki atau sidiran ketika melakukan satu kesalahan. Sedangkan jika penyanyi dangdut yang hanya NGEBOR atau goyang patah-patah bisa naik haji, hidup mewah dan tercukupi segala kebutuhannya. Maka apa yang dihargai oleh pemerintah ini ?

Berfikirlah …
Apa yang bangsa ini butuhkan ?
peradaban yang baik atau hiburan semata ?
Penulis lebih cenderung pada opsi kedua, karena bangsa ini sudak sakit, krisis identitas yang mempengaruhi segala sistem. Pendapat penulis sangat dibenarkan “katanya” ketika melihat satu kontes dangdut, dan antusias masyarakat sangat besar hingga seorang ibupun rela menyuruh anaknya untuk mengikuti ajang bergengsi ini. Meskipun hal itu dirasa tidak mendidik.

Ya… Lagi-lagi bangsa ini butuh hiburan.

Satu pertanyaan kecil, Kapankah kita dengar lagi anak-anak atau kader bangsa ini ingin dan bercita-cita menjadi seorang guru ??