Search site


Psikologi Jiwa

09/09/2010 23:21

 

Quantcast

Jiwa merupakan bagian terpenting serta inti dari hidup kita, karena tanpa jiwa, maka hidup kita tidak akan indah dan berwarna. Tanpa adanya jiwa maka kita hidup layaknya mumi atau bahkan mesin pencetak uang yang bekerja secara terprogram. Degan kata lain jiwa merupakan suatu seni tingkat tinggi yang tak tertandingi oleh teknologi manapun yang pernah tercipta. Sebagai contoh kecil ketika seorang hamba mencoba melawan takdir dengan memanfaatkan gen dari mahluk lain yang bertujuan sebagai penyempurnaan atau menghasilkan bibit varietas unggul dengan cara klowning maka tidak akan dapat menghasilkan jiwa yang sama dengan jiwa yang ada. Karena urusan jiwa adalah urusan Tuhan. Dan tak seorang hambapun berhak mengkotak – katiknya.

Jiwa pada dasarnya rahmat suci yang diberikan oleh Sang Khalik pada diri setiap manusia yang terkurung dalam tubuh yang angkuh. Dimana dalam proses kehidupannya, jiwa akan berpartner dan bekerja sama dengan akal dan pikiran yang saling mempengaruhi satu sama lain. Sehingga dalam diri, jiwa terkadang melakukan suatu aksi protes dan unjuk rasa terhadap penciptanya. Protes jiwa terhadap penciptanya merupakan hal wajar yang dialami setiap jiwa – jiwa yang terkurung dalam proses pencarian jati diri serta arahnya. Sehingga dalam aksi protes tersebut terjadilah proses yang dikatakan sebagai proses belajar dalam hidup. Satu bentuk protes ini antara lain adalah protes jiwa, pemberontakan nurani, gejolak jiwa tak tentu arah dan lain sebagainya yang didasarkan pada rasa tidak puas, kecewa, ketidak adilan yang dialami, pencarian jati iri serta konsep tauhidiyahnya.

Pemberontakan dalam nurani pun mewarnai dalam aksi tersebut ketika rasa ketidak adilan itu muncul dan dialaminya. Jiwa dalam diri setiap manusia selalu mencari arah dalam hidupnya dan arah itu tentunya pada suatu titik kesucian. Ketika arah telah ditemukan, maka akal dan pikiran kitapun bekerja layaknya nahkoda dalam suatu biduk dilautan tanpa hamparan daratan. Berontak nurani jiwa yang mencoba melawan angkuhnya tubuh pun tak dapat dihindari dan ketika itu pula terjadi resistensi dalam diri yang terkungkung dalam dunia “dimensi”.

Jiwa tidak mengalir dalam setiap deras pembuluh darah kita.

Jiwa tidak bergetar layaknya vibrator dalam pompa jantung dan nadi kita.

Jiwa tidak ada dalam setiap hembusan nafas kita.

Jiwa tidak ada dalam apaun didunia ini.

Tetapi

Jiwa hanya ada dalam kosep kesucia seorang hamba atas segala apa –apa yang menimpanya.

Dan jiwa pun harus melawan dari apa yang telah terjadi

Karena

Jiwa hanya terkurung dalam pikiran dan ambisi semu seorang hamba.

Jiwa tak akan bisa terdeksi oleh teknologi, sehingga hanya unsur senilah yang dapat menilainya karena dari protes jiwa lah terlahir kretifitas seni, baik musik, tari, suara atau bahkan seni perlawanan yang harus ditunjukan terhadap penciptanya sendiri. Tak dapat dipungkiri bahwa ketika jiwa – jiwa menuntun kearah kebaikan tanpa adanya perdamaian antara jiwa dan pikiran maka akan terjadi pula perlawanan atau gejolak dalam diri. Hal inilah yang membahayakan bagi setiap jiwa yang terkurung dalam angkunya pikiran atas semunya dunia.

 

Revolusi pemikiran telah terjadi ketika kebutuhan akan hidup, baik psikis atau non psikis selalu mendesak sang pemilik tubuh harus menjawab kebutuhan tersebut. Maka tidaklah heran ketika pemikiran itupun beregenerasi menjadi pola pikir dan cara pandang dalam hidup serta melahiran beberapa ideologi. Pada dasarnya ideologi yang terlahirpun baik, yang menjadi tidak baik adalah, jika revolusi pemikiran tersebut dikendalikan dan dibalut ambisi serta emosi. Dengan kata lain nafsu selalu mengedepankan segalanya dan mengalahkan kesucian jiwa itu sendiri.

Sejatinya setiap jiwa akan melawan keterbatasan dan ketidak adilan yang dialaminya dalam kondisi dan cara pandang seorang hamba pada Tuhannnya. Ada beberapa peran yang harus dimainkan dalam dunia ini layaknya “syuting video porno” yang tak ada teks dan dramatisasinya. Karena tidak adanya naskah dan skenario Tuhan yang tersurat. Atau bahkan menjawab Teka – Teki Silang (TTS) yang memiliki jawaban tidak singkron antara kolom mendatar dan menurun. Sehingga kita pun harus menerka – nerka konsep sinetron yang Tuhan inginkan dalam peranan diri kita sendiri, meskipun peraturan yang diberikan Tuhan telah jelas tersurat dalam segala firman – firman-NYA