Search site


Singgasana Tuhan dan Hitam Aspal Jalan

18/03/2010 17:54

 

asphalt 2

Sebelum proses penciptaan alam semesta, dunia dan semesta kita hanya ruang hampa yang diisi kabut – kabut panas yang berputar dan berpilin dengan sangat cepat. Hingga suatu massa kabut – kabut panas tersebut mengalami pemepatan dan gumpalan. Bagian kabut yang menggumpal besar dan menjadi pusat dari gumpalan – gumpalan kabut lainnya yang memepat disebut sebagai bintang “matahari” dan yang lainnya disebut sebagai benda langit lainnya atau planet – planet yang kita kenal saat ini. Teori Kabut (Nebula) oleh Iamnuel Khant.

Ada teori – teori lain yang mengatakan tentang proses penciptaan alam semesta kita ini. Teori serupa dan sedikit berbedapun dikemukakan atau yang lebih dikenal dengan Teori Ledakan Besar “Big Bang”. Pada big bang, kabut – kabut yang berputar meledak dan pecahan kabut yang besar disebut bintang “matahari” sedangkan yang lainnya disebut sebagai planet atau benda langit lainnya.

Pada pembicaraan kita kali ini kita tidak akan membicarakan tentang proses terciptanya alam semesta hingga seperti sekarang  ini. Yang kita bicarakan disini adalah dimanakah Singgasana Tuhan itu sendiri dalam kaitannya dengan keberadaanya dialam semesta kita. Meskipun ada suatu teori yang mengatakan alam semesta kita terjadi begitu saja secara kebetuan.

Yang menjadi satu pertanyaan besar adalah Siapakah yang menciptakan alam semesta kita ini? Seandainya ada zat yang menciptakan alam semesta kita, dimanakah kedudukan zat tersebut sebelum dan sesudah alam semesta kita tercipta?

Pada Kitab Tuhan dibahas tentang kedudukan “singgasana” tuhan. Diamana Tuhan menciptakan alam semesta kita dalam enam (6) massa, empat (4) massa untuk proses penciptaan dunia dan dua (2) massa untuk proses penciptaan manusia. Dan dikatakan pula bahwa tuhan berada di Ar-Rash yaitu suatu tempat yang berada di atas air dan dibawah genangan kabut.

Jika kita coba telaah lebih dalam lagi, maka Ar-Rash atau tempat yang berada diantara genangan air dan dibawah kabut itu memang benar adanya. Sama halnya jika kita sebut sebagai fatamorgana pada aspal hitam yang terkena sinar matahari dan mengeluarkan kabut panas yang dapat dilihat dengan mata tetapi tidak dapat dijamah. Fatamorgana merupakan suatu fenomena alam, Fatamorgana pada aspal hitam terjadi ketika suatu benda atau zat terkena panas / menyerap energi kalor sebesar Q dan akan mengeluarkan pancaran energi lain, baik sinar, kalor atau energi lainnya. Adakah hubungannya antara fatamorgana yang terjadi dengan singgasana tuhan yang selalu menjadi teka – teki hingga kini.

Air yang sedang mendidihpun ketika dimasak akan mengeluarkan uap panas. Uap panas yang dikeluarkan air adalah proses perubahan wujud zat yang terjadi. Air menyerap kalor sebesar Q, hingga dititik didihnya (100oC) maka air tersebut tepat akan berubah menjadi uap. Diatas genangan air dan dibawah kabut pada proses memanaskan air hingga titik didihnya atau lebih maka akan terjawab sudah singgasana tuhan tersebut. Atau pada proses lainnya pun sama ketrika air laut yang dipanasi matahari berubah menjadi partikel – partikel uap dan diterbangkan keatas menjadi butiran – butiran awan. Jika kita teruskan lagi maka akan terhubungkan dengan proses terjadinya daur air. Begitupula fatamorgana yang terjadi pada aspal hitam.

Tuhan lengkap dengan perangkatnya “Produk yang ditawarkannya” seperti agama, cara beribadah, surga – neraka hingga eksistensinya selalu dipertanyakan dan menjadi pertanyaan yang tak terpecahkan hingga kini. Sehingga ketika kita berbicara mengenai konsep ketuhanan, maka kita juga berbicara mengenai akidah “pengalaman spiritual” yang dialami masing – masing individu. Sehingga definisi tentang-Nya juga akan disesuaikan oleh individu masing – masing.

Jika kalian lihat disekeliling hitam aspal jalan akan telihat mahluk hidup lain yang selalu ada dan senantiasa setia menemani hitam aspal jalan meski harus dihantam panas mentari dan dinggin air hujan. Mahluk yang senantiasa setia dan selalu menghibur sang aspal tersebut adalah rumput yang bergoyang. Maka tak salah ketika manusia tidak mampu menjawab paertanyaan yang telah diajukan, baik oleh dirinya sendiri atau orang lain, manusia tersebut akan coba bertanya kepada tuhannya meski itu tak ada jawaban atas do’a dan pertanyaanya sehingga ia pun akan berkata “tanyakan saja pada rumput yang bergoyang”.

Berangkat dari filsafat lama Syeh Siti Djenar atau yang lebih dikenal dengan julukkan Syeh Lemah Abang, Singgasana tuhan adanya lebih dekat dari urat batang lehar kita sendiri. Sehingga ketika kita ingin mencari tuhan jauh dari diri kita sendiri maka kita akan kufur dan kafir. Tuhan lengkap dengan sifat dan perwujudannya ada pada diri kita “manusia” Dimana yang membedakannya adalah manusia dapat mengatur semesta kecilnya sendiri “Jiwa – Raga atau Tubuhnya” sedangkan Tuhan dapat mengatur segalanya “semesta kecil dan semesta besar”.

Musa AS pun sama ketika ia dalam proses pencarian tuhan di Gunung Tursina hingga dikatakan dalam Al-Kitab Jika AKU “tuhan” menunjukan dan menampakan diri maka gunung tursina akan hancur. Dengan kata lain Musa AS bertemu dengan tuhan dalam proses spiritual yang dijalaninya.

Maka jika kita bertanya “Tuhan dimana dirimu, Tak KAU dengarkah do’a ku atau lainnya” maka rumputpun akan tersenyum dan tetap bergoyang, menari menemani sang aspal hitam.

Do’a merupakan bentuk pelampisan dan cara mengindari diri dari suatu masalah yang dihadapi. Tidak ada salahnya kita berdo’a sesuai dengan kebutuhan bathin dan keinginan yang kita harapan, tetapi kitapun harus tetap berusaha. Karena kesalahan yang terjadi ketika kita berdo’a mungkin tidak ada yang mendengarkan dan masalah tidak akan selesai jika tidak diselesaikan.

Kebodohan yang terjadi serta semakin marak dan seolah menjadi trend adalah banyak bermunculan orang – orang pinter “dukun” atau paranormal, ”up-normal” atau apalah namanya yang datang menawarkan harapan baru tentang bantuan dibalik sebuah do’a dan harapan dan bersifat mistis dan tak rasionil.

Diamanakah singgasana tuhan bersemayam, jika paradigma nerfikir kita selalu seperti itu. Bukankah tuha berada delkat dengan kita ? tetapi kenapa kita pula yang harus mencari dan menjauhi-Nya.

Hitam aspal jalan lah yang mampu menjawab dan menyelesaikan semua pertanyaan yang diajukan selama dengan sebuah senyuman dan tarian rumput yang bergoyang. Hitam aspal jalanpun tidak mengenal kata persahabatan, kekeluargaa, pimpinanan, apa atau siapa karena diatas hitamnya aspal jalan akan berlaku pula hukum sejatinya alam semesta yaitu yang kuat akan bertahan dengan memangsa yang lemah. Sama dengan singgasana tuhan yang tak pernah mengenal itu semua.